KMA 403 KERJA PRAKTEK
LAPORAN KERJA PRAKTEK
DI
PT SEMEN BATURAJA (Persero)
BATURAJA, OGAN KOMERING ULU
(OKU)
Tugas Khusus
EVALUASI KINERJA ROTARY KILN
Oleh :
Mega Pristiani
1115041027
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Di dalam industri rotary kiln merupakan sebuah alat pembakaran produk raw mix menjadi klinker sehingga
peranannya yang sangat besar sebagai komponen utama penghasil produk semen. Klinker adalah batuan buatan yang dihasilkan dari proses pemanasan raw meal di dalam rotary kiln pada suhu sekitar 1400oC.
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas klinker adalah mineral
(komposisi), tektur (kristalinitas, ukuran butiran dan bentuk butiran) serta
struktur (homogenitas dan porositas). Komposisi mineral dalam klinker merupakan
senyawa komplek dari oksida-oksida utama kalsium, silika, alumina dan besi yang
dihasilkan dari proses pembakaran di dalam kiln. Komposisi mineral ini adalah
trikalsium silikat (C3S, Alite), dikalsium silikat (C2S,
Belite), trikalsium aluminat (C3A, Aluminat) dan tetrakalsium
alumino ferrit (C4AF, Ferrite).
Oleh karena itu, untuk
mengevaluasi kinerja rotary kiln diperlukan
nilai konversi dan hal-hal yang menjadi ukuran kinerja rotary kiln. Ukuran kinerja rotary
kiln dapat dilihat dari kualitas klinker yang dihasilkan. Kualitas klinker sangat
diperlukan untuk memperkirakan proses klinkerisasi di dalam rotary kiln, kondisi pembakaran di dalam
rotary kiln dan kualitas raw meal. Kontrol pembakaran di dalam rotary kiln dapat dilakukan dengan
mengamati kualitas klinker yang dihasilkan.
1.2 Tujuan
Tujuan tugas khusus ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui
aliran massa dan panas yang keluar dan masuk rotary kiln.
2.
Mengetahui
konversi pada reaksi dekomposisi kiln
feed di rotary kiln
3.
Mengetahui
ukuran kinerja rotary kiln.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang
lingkup pelaksanaan tugas khusus ini dititikberatkan pada rotary kiln di
PT. Semen Baturaja (Persero).
1.4 Waktu Pelaksanaan
Tugas khusus ini dilaksanakan pada tanggal 19
Januari 2015 s.d 18 Februari 2015 di PT.
Semen Baturaja (Persero), Baturaja, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rotary kiln
Rotary kiln
adalah
peralatan berbentuk tabung silinder yang memiliki diameter dan panjang yang
beragam (tergantung desain pabrik), pada PT. Semen Baturaja panjangnya 75 meter
dengan diameter 4,5 meter. Konstruksinya dipasang membujur dan miring ke arah outlet dengan sudut kemiringan 3,50.
Di dalam rotary kiln terdapat batu
tahan api yang disusun melingkar mengikuti dinding rotary kiln, fungsi dari
batu
tahan api adalah untuk melindungi shell rotary
kiln dari panas yang tinggi.
Rotary kiln merupakan suatu unit dimana
terjadi proses pembakaran rotary kiln
feed yang berupa campuran limestone, pasir silika, tanah liat dan
pasir besi menjadi klinker. Klinker adalah batuan buatan yang dihasilkan dari
proses pemanasan raw meal di dalam rotary kiln pada suhu sekitar 1500oC.
Selama proses pemanasan di dalam rotary
kiln, akan terjadi reaksi fisika dan kimia secara bersamaan dan interaksi
antar molekul membentuk senyawa klinker.
Prinsip
operasi rotary kiln adalah bahan yang akan diolah masuk melalui ujung atas
silinder. Rotary
kiln berputar, materi secara bertahap bergerak ke bawah menuju ujung
bawah, dan mengalami pengadukan dan
pencampuran. Proses pembakaran yang terjadi di
dalam rotary kiln terjadi karena
adanya proses pembakaran dengan menggunakan burner dimana rotary kiln menggunakan bahan bakar batubara sebagai bahan bakar
utamanya dan oksigen yang disemburkan dengan tekanan tinggi sehingga dapat
menghasilkan api yang besar yang kemudian menimbulkan panas hingga suhu 1400°C
-1500°C.
Gambar 2.1Rotary
kiln di PT.
Semen Baturaja
Fungsi rotary
kiln di dalam industri semen :
1.
Reaktor , dimana didalamnya terjadi dua
macam proses reaksi kimia yaitu reaksi kimia yaitu reaksi pembakaran bahan
bakar dan reaksi pembentukan klinker .
2.
Heat generatorr (pembangkit panas) di
mana di dalamnya terjadi reaksi pembakaran bahan bakar yang menghasilkan energi
panas .
3.
Heat exchanger (alat penukar panas )
dimana didalamnya terjadi proses perpindahan panas dari sumber panas yang
bersal dari hasil pembakaran bahan bakar ke objek material raw meal baik secara
konduksi , konveksi maupun raadiasi dalam proses ‘’heat treatmen’’ reaksi
pembentukan klinker.
4.
Alat transport, baik sebagai media
transport untuk material mapun gas.
2.2Proses Klinkerisasi
Proses klinkerisasi di dalam rotary kiln terbagi atas 4 zone, yaitu :
1.
Calsining Zone
Pada zone ini raw meal dari preheater akan mengalami pemanasan
hingga ± 900 oC dan proses yang terjadi adalah peruraian secara
maksimum dari unsur-unsur reaktif yang terkandung pada material. Pada kondisi
ini material masih berbentuk bubuk dan bagian dalam rotary kiln digunakan lapisan brick
jenis alumina.
2.
Transition Zone
Karena
adanya slope rotary kiln kearah outlet bergerak berputar maka material
dari calcining zone akan bergerak kearah ke
transition zone. Pada daerah
ini maka mengalami pemanasan hingga ±
12000C. Proses yang terjadi adalah mulai terbentuk reaksi sedikit
demi sedikit antara CaO dengan unsure lain seperti SiO2, Al2O3 dan Fe2O3.
Material mulai berubah menjadi cair dan pada daerah ini lapisan dinding rotary kiln berupa brick alumina.
3.
Sintering Zone
Pada daerah ini material mulai
mendekati sumber panas yang terpancar dari burner dan pemanasan nya hingga
mencapai ±14000C. Proses yang
terjadi adalah pelelehan dari seluruh material dan reaksi maksimum antara CaO
dengan unsur SiO2,,Al2O3 dan Fe2O3
membentuk mineral compound senyawa
utama clinker yaitu C2S (belite), C3S (alite), C3A (celite) dan C4AF (ferite). Reaksi ini disebut reaksi
klinkerisasi. Lapisan yang terpasang pada dinding rotary kiln adalah brick
jenis basic yang mempunyai sifat
tinggi.
Reaksi
klinker adalah
4CaO + Al2O3 + Fe2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3
: (C4AF)
3CaO + Al2O3 3CaO.Al2O3
: (C3A)
2CaO + SiO2 2CaO.SiO2 : (C2S)
CaO + 2CaOSiO2 3CaO.SiO2
: (C3S)
Mekanisme perpindahan panas yang
terjadi di rotary kiln sebagian besar
adalah dengan radiasi. Jika temperature rendah
(under burn) maka klinker yang
terjadi tidak memenuhi standar.
Pada
temperature 1260-1310 0C mulai terjadi lelehan terutama terdiri dari
komponen Al2O3 dan Fe2O3. Pada
temperature 15000C jumlah fasa cair dapat mencapai 20-30 %. Dalam
fasa ini pembentukan 3 CaO. SiO2 (C3S). Apabila dalam proses
klinkerisasi masih terdapat CaO yang belum bereaksi dengan oksida lainnya maka
akan terbentuk Cao bebas (free lime) yang merugikan terhadap mutu semen. Banyak
nya CaO yang bebas pada klinker dapat dijadikan salah satu indicator apakah
proses pembakaran pada klinker berjalan dengan baik.
4.
Cooling Zone
Material
yang terbentuk cair di sintering zone
akan mengalir ke cooling zone dan akan mengalami perubahan fasa
pada daerah ini karena material menjauhi burner
gun. Temperatur akan turun hingga mencapai 12000C, dank arena
adanya gerakan rotary kiln terhadap
sumbunya maka sebagiab besar rotary kiln
akan terbentuk butiran setelah berubah fasa. Proses ini adalah proses yang
terakhir terjadi didalam rotary kiln,
selanjutnya maka rotary kiln akan
keluar menuju peralatan pendinginan.
Tabel 2.1 Sekuen Reaksi
Klinkerisasi Heating (°C)
Suhu
|
Proses yang terjadi
|
20 – 100
|
Evaporation of H2O
|
100 – 300
|
Loss
of physically adsorbed water
|
400 – 900
|
Removal of structural H2O
(H2O and OH groups)
from clay minerals
|
>500
|
Structural
changes in silicate minerals
|
600 – 900
|
Dissociation
of carbonates
|
>800
|
Formation of belite,
intermediate products, aluminate
and ferrite
|
>1250
|
Formation
of liquid phase (aluminate and ferrite melt)
|
~1450
|
Completion of reaction and
growth of alite
and belite
|
Cooling
(°C)
|
1300 – 1240
|
Crystallization of liquid phase
into mainly aluminate
and
ferrite
|
Tujuan
pendinginan klinker :
1.
Untuk dapat mempertahankan fasa kristal
klinker dalam bentuk struktur dan ukuran
cluster yang baik dan beersifat hidroulis.
2.
Untuk menjaga agar keamanan handling
pada proses selanjutnya dapat trjamin, baik terhadap peralatan transport,
penyiapan, maupun pada cement grindng.
3.
Menaikan suhu udara bakar ( secondary
air), karena udara bakar yang dipergunakan pada kiln burner dari dua sumber
yaitu :
-
Udara sekunder / tertier yang di suplay
dari sebagian udara bekas pendingin klinker dari klinker cooler.
-
Udara primer yang di suplay dari blower
atau fan udara primer
Dalam
proses pendinginan akan disertai keluarnya impurities dari keadaan
larutan ke bentuk dispersi koloid. Semakin banyak impurities keluar dari
larutan, maka warna belite semakin kelam. Jika kecepatan pendinginan
dengan cepat, tidak ada kesempatan impurities itu keluar sebagai
dispersi, tetapi akan langsung sebagai larutan yang membeku sehingga
warna belite menjadi tidak berwarna. Pendinginan dengan cepat
akan menghasilkan klinker dengan kuat tekan yang tinggi.
Berikut
ini merupakan standar pabrik PT. Semen Baturaja (Persero) untuk komposisi senyawa pembentuk klinker yang
dihasilkan adalah sebagai berikut:
C3S :
54 – 65%
C2S : 15 – 22%
C3A : 8 – 13%
C4AF : 10 – 12%
Untuk standar fasa cair yang
dibutuhkan untuk pembentukan C3S pada waktu proses klinkerisasi.
Fase cair merupakan lelehan yang terbentuk selama proses pembentukan klinker.
Fasa cair yang normal berkisar antara 23% hingga 28%. Tetapi fasa cair yang
ideal adalah sekitar 25%, dimana hal ini sangat baik untuk pembentukan C3S
yang cepat melalui pelarutan C2S dan CaO bebas, kemudahan terak
untuk digiling, keawetan batu tahan api dan pemakaian bahan bakar yang lebih
hemat.
Sedangkan untuk standar persentase LSF, SM dan AM adalah sebagai berikut :
1.
Batasan nilai LSF adalah 90 – 99%. Pengaruh nilai LSF
terhadap proses pembentukan klinker adalah sebagai berikut :
Pengaruh
LSF > 99
·
Tepung baku sulit
dibakar, kebutuhan energi tinggi
· Sulit
membentuk coating, sehingga panas
radiasi yang hilang dari dinding rotary kiln naik
· Temperatur
gas keluar rotary kiln naik
·
Kadar CaO bebas
cenderung naik
· Kadar
C3S naik, sehingga kuat tekan awal dan panas hidrasi naik
·
Biasanya digunakan
untuk mengantisipasi kadar abu dan komposisi kimia kadar abu batubara yang
tinggi
Pengaruh
LSF < 90
·
Tepung
baku mudah dibakar, kebutuhan energi rendah
· Fasa
cair di burning zone berlebihan,
cenderung membentuk ring dan coating
washing
·
Terak
berbentuk bola-bola dan sulit digiling
·
Kadar CaO bebas rendah
·
Kadar C3S
turun dan kadar C2S naik secara proposional
·
Panas hidrasi semen
cenderung rendah
2.
Batasan nilai SM adalah
1,9 – 3,2%. Pengaruh nilai SM terhadap
proses dan kualitas klinker adalah sebagai berikut :
Pengaruh
SM > 3.2
·
Tepung
baku sulit dibakar dan memerlukan energi tinggi
· Fase
cair rendah, thermal load tinggi,
terak dusty dan kadar CaO bebas
cenderung tinggi.
·
Sifat coating tidak stabil, coating yang terbentuk tidak tahan
terhadap thermal shock sehingga radiasi dari dinding tanur tinggi.
· Merusak
bata tahan api.
·
Memperlambat pengerasan
semen.
·
Kuat tekan semen
cenderung tinggi
Pengaruh
SM < 1.9
·
Selalu membentuk ring
· Terak sangat keras dan sulit digiling
· Waktu pengikatan semen pendek dan panas hidrasi naik
· Kuat
tekan awal semen (3 – 7 hari) rendah
· Tanur tidak stabil, kebutuhan energi rendah
3.
Batasan
nilai IM/AM adalah 1,5 – 2,5%. Pengaruh nilai
IM / AM terhadap proses dan
kualitas semen adalah sebagai berikut :
Pengaruh IM > 2.5
·
Tepung baku sulit
dibakar
·
Viskositas fasa cair
pada temperature tetap akan naik
·
Semen yang dihasilkan
mempunyai kuat tekan awal tinggi, waktu pengikatan pendek, panas hidrasi
tinggi, ketahanan terhadap sulfat rendah.
·
Kadar C3A
naik, C4AF turun, sedangkan C3S dan C2S naik.
Pengaruh
IM < 1.5
2.3 Sistem Pembakaran
Pengoperasian
pada unit pembakaran bahan baku dan pendinginan klinker dalam pabrik semen
dibagi menjadi tiga tahap :
1.
Penyiapan bahan baku
2.
Pembakaran (pembentukan klinker)
3.
Pendinginan klinker
Yang termasuk
dalam penyiapan bahan baku adalah homogenisasi raw material di homogenizing
silo. Langkah tersebut dimaksudkan untuk menghomogenkan campuran bahan baku
yang sudah dihaluskan menjadi tepung baku, sehingga diharapkan tidak terjadi :
a.
Coating yang tidak stabil
b.
Kualitas semen yang dihasilkan tidak
seragam
c.
Umur batu tahan api rendah
d.
Pemakaian bahan bakar terlalu banyak
karena pembakaran harus selalu sering dirubah
Proses homogenisasi umpan dilakukan dalam homogenizing silo menggunakan udara yang
bertekanan. Kondisi akan menyebabkan terjadinya olakan pada umpan sehingga akan
diperoleh umpan yang homogen.
Proses
pembakaran yang terjadi meliputi pemanasan awal umpan baku di preheater (pengeringan, dehidrasi dan
dekomposisi), pembakaran di rotary kiln (klinkerisasi)
dan pendinginan di grate
cooler (quenching).
a.
Pengeringan
Pengeringan di
sini adalah proses penguapan air yang masih terkandung dalam umpan baku.
Terjadi pada saat umpan baku kontak dengan gas panas pada temperature sampai
200ºC.
b.
Dehidrasi
Dehidrasi adalah
proses terjadinya pelepasan air kristal (combined
water) yang terikat secara molekuler di dalam mineral – mineral umpan baku
. Proses ini terjadi temperatur 100 – 400ºC . Kondisi ini menyebabkan struktur
mineral menjadi tidak stabil dan akan terurai menjadi pada temperature 400 –
900ºC.
c.
Dekomposisi dan kalsinasi
Dekomposisi
adalah proses penguraian atau pemecahan mineral-mineral umpan baku menjadi
oksida-oksida yang relatif terjadi pada temperature
400 – 900ºC .
Reaksi
kalsinasi:
CaCO3 ------- > CaO
+ CO2
MgCO3 ------- > CaO + CO2
d.
Klinkerisasi
Terjadi pada temperature
1260 - 1310ºC
mulai terjadi lelehan terutama terdiri dari komponen Al203 dan Fe2O3.
Pada temperatur 1450ºC, jumlah fasa cair dapat mencapai 20-30 %. Dalam fasa cair terjadi pembentukan
(C3S) 3CaO.SiO2 dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
2CaO.SiO2 + CaO Ã 3CaO.SiO2
e.
Quenching
Quenching
adalah proses pendinginan klinker scara mendadak setelah reaksi klinkerisasi
selesai.
Tujuan quenching adalah untuk
mendapatkan klinker dengan mutu yang baik , diantaranya :
·
Mencegahnya terjadinya reaksi inversi
terjadi pada pendinginan lambat pada temperatur ± 1200ºC.
·
Dengan adanya pendinginan yang mendadak
dari temperatur tinggi (1000°C) menjadi temperatur yang rendah (100°C) akan
dihasilkan terak yang rapuh (berpori-pori tinggi) sehingga memudahkan dalam
proses penggilingan terak.
·
Untuk melindungi peralatan transportasi
terak dari temperatur tinggi.
·
Panas terak dikembalikan ke dalam rotary kiln sebagai udara sekunder pada
pembakaran.(Hardi, 1995)
2.4.Pengendalian Kualitas
Klinker
1. Portland
Clinker
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas klinker adalah mineralogi klinker (komposisi kimia),
tektur klinker serta struktur klinker (homogenitas dan porositas).
2. Burnability
Burnability seringkali dikaitkan dengan
mudah atau tidaknya perubahan raw meal menjadi klinker pada proses pembakaran
di dalam rotary kiln. Raw meal yang memiliki burnability yang baik dapat dibakar pada
suhu yang lebih rendah dan waktu yang lebih pendek
3. Komposisi Mineralogi Bahan Baku :
a.
Lime,
clay, corrective
b.
Komposisi kimia tepung baku : main component, minor
c.
Granulometri raw meal : fineness,
distribusi partikel
d.
Perlakuan panas : temperatur pembakaran,
laju pemanasan, holding time
e.
Pembentukan liquid phase : jumlah,
viscositas
f.
Abu batubara : fineness, komposisi
2.5 Kesetimbangan
Massa Rotary kiln
Neraca massa merupakan perhitungan
material pada semua aliran masuk,keluar atau yang terakumulasi dalam suatu
sistem. Perhitungan neraca massa berdasarkan pada hukum kekekalan massa, dimana
tidak ada massa yang hilang, akan tetapi massa yang masuk hanya berubah bentuk,
sehingga massa yang masuk akan selalu sama dengan massa yang keluar. Neraca
massa disusun berdasarkan batas sistem. Sistem yang ditetapkan dapat berupa
suatu reaksi kimia, suatu proses dalam reaktor atau proses dalam suatu
kesatuan.
INPUT OUTPUT
Gambar 2. Neraca Massa
Berdasarkan hukum kekekalan massa, dapat disusun
persamaan umum neraca massa sebagai berikut:
INPUT - OUTPUT + GENERATED - CONSUMPTION = ACC
Secara
umum neraca massa dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1.
Neraca massa overall
Merupakan neraca massa dimana semua komponen bahan masuk
dan keluar dihitung dari proses awal sampai akhir dan merupakan satu kesatuan.
2.
Neraca massa komponen
Merupakan neraca massa yang perhitungannya berdasarkan atas satu komponen
bahan yang masuk saja.
Dimana berlaku persamaan :
Komponen bahan masuk = komponen bahan keluar
2.6Kesetimbangan Panas Rotary kiln
Dalam
penyusunan neraca panas selalu berorientasi pada sistem. Neraca panas merupakan
persamaan matematis yang menyatakan hubungan antara panas masuk dan keluar.
Penyusunan neraca panas berdasarkan hukum kekekalan energi yang menyatakan
bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, hanya dapat
berubah bentuk dan berpindah dari medium satu ke medium yang lain.
Konsep makroskopis dari neraca energi :
Neraca panas dapat digunakan untuk flow proses pada setiap tekanan dan non
flow proses pada tekanan konstan (Smith, 1956), yaitu :
- Flow proces
Dalam hal ini bahnmasuk dan keluar berlangsung terus menerus selama proses
operasi. Pada keadaan ini suhu susunan campuran pada setiap titik sama. Keadaan ini disebut steady state.
- Non flow proces
Proses
operasinya bersifat berkala, susunan
suhu berubah
sesuai dengan
waktu terjadi bila
tidak ada arus masuk dan keluar secara kontinyu.
Beberapa hal penting dalam penyusunan neraca panas :
1.
Panas Sensibel (Sensible Heat)
Yaitu panas yang dapat
diserap atau dilepas dan berkaitan dengan kenaikan atau penurunan suhu tanpa
perubahan fase.
Rumus : Qs = m. Cv. dt (volume
tetap)
Qs = m. Cp. dt (tekanan
tetap)
Dimana : Qs :
Panas sensibel (kkal)
m : Massa bahan (kg)
Cv : Kapasitas panas pada volume
tetap (kkal/kg ºC)
Cp :
Kapasitas panas pada tekanan tetap (kkal/kg ºC)
dt :
Perubahan suhu (ºC)
Kapasitas panas pada tekanan tetap (Cp) dapat dihitung dari :
a.
Persamaan
Fungsi T
Cp = f
(T) =
a + bT + cT2
Dimana :
a,b,c = Konstanta yang ditetapkan
T = Suhu mutlak (K)
b.
Cp
mean (Cpm)
Cpm =
c.
Cp
rata-rata
Cp
=
d.
Cp
dari tabel dan grafik
(Anonim, 1994)
2.
Panas
Laten
Yaitu panas yang dibutuhkan atau dibebaskan pada
perubahan fase pada tekanan 1 atm. Beberapa macam panas laten
a.
Panas laten penguapan (dari fase cair ke fase uap)
b.
Panas laten sublimasi (dari fase padat ke fase gas)
c.
Panas laten peleburan (dari fase padat ke fase cair)
d.
Panas laten transisi (dari fase uap ke fase jenuh)
e.
Panas laten pengembunan (dari fase gas ke fase cair) (Darmanto, 2001).
2.6.1Mekanisme Perpindahan Panas
dalam Kiln
Mekanisme perpindahan panas dapat berlangsung dari suatu
body yanglebih tinggi derajat panasnya ke body lain yang lebih rendah derajat
panasnya atau ke lingkungan sekitarnya untuk mencapai suatu kondisi
kesetimbangan .Secara umum mkanisme perpindahan panas dapat dibedakan menjadi 3
pola yaitu :
a. Perpindahan
Panas Secara Konduksi
Mekanisme
perpindahan panas secara konduksi berlangsung sebagai berikut :
·
Melalui antara partikel –partikel atau
seleksi molekul yang tidak bergerak (tidak berpindah ).
·
Melalui media yang berbentuk padatan
(kompak strukturnya ).
b.
Perpindahan Panas Secara Koveksi
(konveksi)
Mekanisme perpindahan panas secara
konveksi berlangsung sebagai berikut :
·
Melalui antara partikel-partikel atau
molekul yang bergerak (mengalir).
·
Melalui media yang berbentuk fluida
yaitu cairan , gas dan suspensi .
c.
Perpindahan Panas Secara Radiasi
Mekanisme perpindahan panas secara
radiasi berlangsung sebagai berikut :
·
Dipancarkan tanpa melalui media
·
Berupa pancaran gelombang elektro
magnetik .
Didalam kiln
system mekanisme perpindahan panas radiasi
terutama terjadi dari pancaran nyala burner ke objek material meal feed
, coating dan gas (Hardi,1995).
III.
PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS
3.1
Pengambilan Data
1.
Mengambil
data dari bagian Laboratorium Proses dan Kimia mengenai laporan harian inspeksi
dan pengujian proses pada Klinker plant pada
tanggal 6 Februari
2015.
2.
Mengumpulkan
data spesifikasi peralatan di perpustakaan.
3.
Mengambil
data dari CCR (Central Controll Room)
mengenai material yang masuk rotary kiln
dan jumlah klinker.
3.2
Langkah Perhitungan
Tugas Khusus
1.
Perhitungan
reaksi pembakaran batubara
2.
Perhitungan
neraca massa pada rotary kiln
3.
Perhitungan
neraca panas pada rotary kiln
4.
Perhitungan
panas yang hilang pada dinding rotary kiln
5.
Perhitungan
konversi pada reaksi dekomposisi kiln
feed di rotary kiln
6.
Perhitungan
komposisi senyawa kimia pembentuk klinker
3.3
Asumsi
1.
Kondisi
aliran massa tunak (steady state), yaitu kondisi sewaktu
sifat-sifat suatu system tak berubah.
2.
Proses pembakaran sempurna dan tidak ada sisa bahan bakar
yang tidak terbakar.
3.
Seluruh air yang terkandung dalam bahan bakar dan umpan rotary kiln akan menguap selama proses dan keluar sistem.
4.
Kemungkinan terjadinya reaksi-reaksi kimia tambahan
selama proses klinkerisasi diabaikan.
IV. DATA
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Perhitungan
4.1.1 Neraca Massa
Dari perhitungan yang telah dilakukan didapat nilai
neraca massa yang terdapat pada tabel 4.1, yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.1 Neraca Massa di Rotary Kiln
INPUT
(kg/jam)
|
OUTPUT
(kg/jam)
|
Komponen
|
Massa
(kg/jam)
|
Komponen
|
Massa
(kg/jam)
|
Aliran
8
Aliran
10
Aliran
12
Aliran
14
|
154.499,50
10.326,66
15.781,59
172.452,74
|
Aliran
17
Aliran
16
|
146.222,27
112.575,79
|
Total
|
258.943,33
|
|
258.943,33
|
4.1.2 Neraca Panas
Dari hasil perhitungan
diperoleh heat balancing seperti pada tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2 Neraca Panas di Kiln system
Input
|
Kkal/jam
|
Panas pembakaran batubara
|
129.625.497,08
|
Panas yang sensibel batubara
|
180.716,69
|
Panas sensibel Kiln feed
|
5.041.372,88
|
Panas sensibel udara primer
|
13.055,13
|
Panas sensibel cooling air
|
253.190,79
|
Total
|
135.113.832,57
|
Output
|
Kkal/jam
|
Panas klinker ke luar cooler
|
2.569.856,38
|
Heat loss with kiln exit gas
|
29.818.293,26
|
heat lost with dust in SP
|
3.728.923,033
|
Heat loss due to moisture in kiln feed & fine coal
|
2.062.643,89
|
kiln shell heat loss
|
647,92
|
Formation heat of clinker
|
66.266.283,53
|
Heat loss in Kiln system
|
30.667.184
|
|
135.113.832,57
|
4.1.3 Konversi, Komposisi dan
Parameter Kualitas Klinker
Konversi
semen yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah
sebesar
100 %.
Konversi CaCO3 sebesar 100% dan MgCO3 100%.
Adapun
komposisi penyusun klinker adalah sebagai berikut:
C3S = 58,15
%
C2S = 19,23%
C3A = 8,43
%
C4AF = 10,21%
Sedangkan untuk nilai LSF, SM dan
AM, yaitu:
LSF = 92,066
S/R = 2,51 %
A/F =
1,59
Fase cair pada saat klinkerisasi
sebesar 25,21
%.
4.2 Pembahasan
Rotary kiln
adalah
peralatan berbentuk tabung silinder yang memiliki diameter dan panjang yang
beragam (tergantung desain pabrik), pada PT. Semen Baturaja panjangnya 75 meter
dengan diameter 4,5 meter. Konstruksinya dipasang membujur dan miring ke arah outlet dengan sudut kemiringan 3,50. Di
dalam rotary kiln terdapat batu tahan
api yang disusun melingkar mengikuti dinding rotary kiln, fungsi dari
batu
tahan api adalah untuk melindungi shell
rotary kiln dari panas yang tinggi.
Rotary
kiln
merupakan suatu unit di mana
terjadi proses pembakaran rotary kiln
feed yang berupa campuran limestone, pasir silika, tanah liat dan
pasir besi menjadi klinker. Klinker adalah batuan buatan yang dihasilkan dari
proses pemanasan raw meal di dalam rotary kiln pada suhu sekitar 1400oC. Selama proses pemanasan di dalam rotary kiln, akan terjadi reaksi fisika
dan kimia secara bersamaan dan interaksi antar molekul membentuk senyawa
klinker.
Reaksi
klinker adalah
4CaO + Al2O3 + Fe2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3
: (C4AF)
3CaO + Al2O3 3CaO.Al2O3
: (C3A)
2CaO + SiO2 2CaO.SiO2 : (C2S)
CaO + 2CaOSiO2 3CaO.SiO2
: (C3S)
Reaksi dekomposisi pada rotary kiln telah
mengonversi senyawa CaCO3 dan MgCO3
menjadi senyawa-senyawa oksida reaktif pembentuk klinker.
Seluruh mol umpan telah terkonversi 100% menjadi produk, ini menunjukan
pembakaran telah terjadi secara sempurna karena oksigen yang disuplai mencukupi
untuk terjadinya reaksi dekomposisi.
Kualitas klinker yang dihasilkan dari Rotary Kiln dinilai baik, terliahat dari
hasil perhitungan mengenai parameter – parameter ukuran kinerja rotary kiln itu
sendiri. Parameter-parameter tersebut meliputi persentase senyawa C3S,
senyawa C2S, senyawa C3A, senyawa C4AF, LSF, rasio
S/R , rasio A/F dan juga persentase liquid
yang masih memenuhi standar kulalitas yang baik untuk komposisi semen portland
tipe 1. Berturut-turut nilai persentase dari senyawa –senyawa tersebut yaitu
58,15% C3S, 19,23% C2S, 8,47 % C3A, 10,21 C4AF ,92,06 LSF ,2,51%
S/R, 1,59% A/F.
Batasan nilai LSF adalah 90 – 99%. Pengaruh nilai LSF
terhadap proses pembentukan klinker adalah sebagai berikut :
Pengaruh
LSF > 99
·
Tepung baku sulit
dibakar, kebutuhan energi tinggi
· Sulit
membentuk coating, sehingga panas
radiasi yang hilang dari dinding rotary kiln naik
· Temperatur
gas keluar rotary kiln naik
·
Kadar CaO bebas
cenderung naik
· Kadar
C3S naik, sehingga kuat tekan awal dan panas hidrasi naik
·
Biasanya digunakan
untuk mengantisipasi kadar abu dan komposisi kimia kadar abu batubara yang
tinggi.
Pengaruh
LSF < 90
·
Tepung
baku mudah dibakar, kebutuhan energi rendah
· Fasa
cair di burning zone berlebihan,
cenderung membentuk ring dan coating
washing
·
Terak
berbentuk bola-bola dan sulit digiling
·
Kadar CaO bebas rendah
·
Kadar C3S
turun dan kadar C2S naik secara proposional
·
Panas hidrasi semen
cenderung rendah
Batasan nilai S/R adalah 1,9 – 3,2%. Pengaruh nilai SM terhadap proses dan kualitas klinker
adalah sebagai berikut :
Pengaruh
S/R > 3.2
·
Tepung
baku sulit dibakar dan memerlukan energi tinggi
· Fase
cair rendah, thermal load tinggi,
terak dusty dan kadar CaO bebas
cenderung tinggi.
·
Merusak bata
tahan api.
·
Memperlambat pengerasan
semen.
Pengaruh
S/R
<
1.9
·
Selalu membentuk ring
·
Terak
sangat keras dan sulit digiling
Batasan nilai A/F adalah 1,5 – 2,5%.
Pengaruh nilai A/F terhadap proses dan kualitas semen adalah
sebagai berikut :
Pengaruh S/R>
2.5
·
Tepung baku sulit
dibakar
·
Viskositas fasa cair
pada temperature tetap akan naik
·
Semen yang dihasilkan
mempunyai kuat tekan awal tinggi, waktu pengikatan pendek, panas hidrasi
tinggi, ketahanan terhadap sulfat rendah.
·
Kadar C3A
naik, C4AF turun, sedangkan C3S dan C2S naik.
Pesentase liquid yang terbentuk pada
burning zone di rotary kiln sebesar
25,21%. Fasa cair yang tebentuk sebesar 25,21%, yaitu fasa cair yang mendekati
ideal. Hal ini menunjukan C3S yang baik melalui pelarutan C2S
dan CaO bebas, sehingga memudahkan terak yang rapuh menghemat energi pada
perlatan penggilungan klinker, memperpanjang usia batu tahan api karena batu
tahan api terlindung dari corrosive dan
juga abbrasive action.
Fasa cair < 23% akan mengakibatkan
klinker cenderung berdebu, gejala sirkulasi alkali meningkat, pembentukan dust
ring di zona transition. Apabila fasa cair > 28% akan mengakibatkan klinker
terlalu padat dan tidak rapuh, dan terjadi serangan batu basicdi burning zone.
Dari hasil analisa yang diperoleh
tersebut di atas telah menunjukan bahwa
kinerja Rotary Kiln di PT Semen
Baturaja bekerja dengan baik karena hasil yang diperoleh masih sesuai batasan
standar design yang ditetapkan.
Komposisi mineralogi klinker sangat
diperlukan untuk mengetahui proses klinkerisasi di dalam Rotary Kiln, dan kondisi pembakaran.