Sunday, June 19, 2016

Staring at the ceiling in the dark, Same ol' empty feeling in my heart








Bayang yg menembus rasa di dinding kalbu
 Semakin menyayat rasa rindu
 Hitam kelam ruang rindu ini
 Karna api cinta t'lah meredupi'a 
Sendiri tercengang 
menanti almanak untuk menyingkirkan onak onak 
menjadi sebuah rona bahagia
tapi tetap saja, maaf itu takbisa menghapus luka

pergi.....
mungkin itu yang terbaik saat ini dan nanti

Segala yang ku sentuh, semuan
 seandainya, mentari mampuh berkata,
dan angin mampuh menari
 sejenak kecewa mengundang hawa neraka....

Monday, June 13, 2016


                   KMA 403 KERJA PRAKTEK


LAPORAN KERJA PRAKTEK
DI
PT SEMEN BATURAJA (Persero)

                BATURAJA, OGAN KOMERING ULU (OKU)







Tugas Khusus

EVALUASI KINERJA ROTARY KILN


Oleh :

     Mega Pristiani
      1115041027



JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015












I. PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Di dalam industri rotary kiln merupakan  sebuah  alat pembakaran produk raw mix menjadi klinker sehingga peranannya yang sangat besar sebagai komponen utama penghasil produk semen. Klinker adalah batuan buatan yang dihasilkan dari proses pemanasan raw meal di dalam rotary kiln pada suhu sekitar 1400oC.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas klinker adalah mineral (komposisi), tektur (kristalinitas, ukuran butiran dan bentuk butiran) serta struktur (homogenitas dan porositas). Komposisi mineral dalam klinker merupakan senyawa komplek dari oksida-oksida utama kalsium, silika, alumina dan besi yang dihasilkan dari proses pembakaran di dalam kiln. Komposisi mineral ini adalah trikalsium silikat (C3S, Alite), dikalsium silikat (C2S, Belite), trikalsium aluminat (C3A, Aluminat) dan tetrakalsium alumino ferrit (C4AF, Ferrite).

Oleh karena itu, untuk mengevaluasi kinerja rotary kiln diperlukan nilai konversi dan hal-hal yang menjadi ukuran kinerja rotary kiln. Ukuran kinerja rotary kiln dapat dilihat dari kualitas klinker yang dihasilkan. Kualitas klinker sangat diperlukan untuk memperkirakan proses klinkerisasi di dalam rotary kiln, kondisi pembakaran di dalam rotary kiln dan kualitas raw meal. Kontrol pembakaran di dalam rotary kiln dapat dilakukan dengan mengamati kualitas klinker yang dihasilkan.

1.2    Tujuan

Tujuan tugas khusus ini adalah sebagai berikut :
1.    Mengetahui aliran massa dan panas yang keluar dan masuk rotary kiln.
2.    Mengetahui konversi pada reaksi dekomposisi kiln feed di rotary kiln
3.    Mengetahui ukuran kinerja rotary kiln.

1.3    Ruang Lingkup

Ruang lingkup pelaksanaan tugas khusus ini dititikberatkan pada rotary kiln di PT. Semen Baturaja (Persero).

1.4    Waktu Pelaksanaan

Tugas khusus ini dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2015 s.d 18 Februari 2015 di PT. Semen Baturaja (Persero), Baturaja, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.





 






II.TINJAUAN PUSTAKA


2.1  Rotary kiln

    Rotary kiln adalah peralatan berbentuk tabung silinder yang memiliki diameter dan panjang yang beragam (tergantung desain pabrik), pada PT. Semen Baturaja panjangnya 75 meter dengan diameter 4,5 meter. Konstruksinya dipasang membujur dan miring ke arah outlet dengan sudut kemiringan 3,50. Di dalam rotary kiln terdapat batu tahan api yang disusun melingkar mengikuti dinding rotary kiln, fungsi dari batu tahan api adalah untuk melindungi shell rotary kiln dari panas yang tinggi.

Rotary kiln merupakan suatu unit dimana terjadi proses pembakaran rotary kiln feed  yang berupa campuran limestone, pasir silika, tanah liat dan pasir besi menjadi klinker. Klinker adalah batuan buatan yang dihasilkan dari proses pemanasan raw meal di dalam rotary kiln pada suhu sekitar 1500oC. Selama proses pemanasan di dalam rotary kiln, akan terjadi reaksi fisika dan kimia secara bersamaan dan interaksi antar molekul membentuk senyawa klinker.

Prinsip operasi rotary kiln adalah bahan yang akan diolah masuk melalui ujung atas silinder. Rotary kiln berputar, materi secara bertahap bergerak ke bawah menuju ujung bawah, dan mengalami  pengadukan dan pencampuran. Proses pembakaran yang terjadi di dalam rotary kiln terjadi karena adanya proses pembakaran dengan menggunakan burner dimana rotary kiln menggunakan bahan bakar batubara sebagai bahan bakar utamanya dan oksigen yang disemburkan dengan tekanan tinggi sehingga dapat menghasilkan api yang besar yang kemudian menimbulkan panas hingga suhu 1400°C -1500°C.
 










Gambar 2.1Rotary kiln di PT. Semen Baturaja
      Fungsi rotary kiln di dalam industri semen :
1.      Reaktor , dimana didalamnya terjadi dua macam proses reaksi kimia yaitu reaksi kimia yaitu reaksi pembakaran bahan bakar dan reaksi pembentukan klinker .
2.      Heat generatorr (pembangkit panas) di mana di dalamnya terjadi reaksi pembakaran bahan bakar yang menghasilkan energi panas .
3.      Heat exchanger (alat penukar panas ) dimana didalamnya terjadi proses perpindahan panas dari sumber panas yang bersal dari hasil pembakaran bahan bakar ke objek material raw meal baik secara konduksi , konveksi maupun raadiasi dalam proses ‘’heat treatmen’’ reaksi pembentukan klinker.
4.      Alat transport, baik sebagai media transport untuk material mapun gas.

2.2Proses Klinkerisasi
Proses klinkerisasi di dalam rotary kiln terbagi atas 4 zone, yaitu :
1.    Calsining Zone
            Pada zone ini raw meal dari preheater akan mengalami pemanasan hingga ± 900 oC dan proses yang terjadi adalah peruraian secara maksimum dari unsur-unsur reaktif yang terkandung pada material. Pada kondisi ini material masih berbentuk bubuk dan bagian dalam rotary kiln digunakan lapisan brick jenis alumina.
2.    Transition Zone
Karena adanya slope rotary kiln kearah outlet bergerak berputar maka material dari calcining zone akan bergerak kearah ke  transition zone. Pada daerah ini maka mengalami pemanasan hingga  ± 12000C. Proses yang terjadi adalah mulai terbentuk reaksi sedikit demi sedikit antara CaO dengan unsure lain seperti SiO2, Al2O3 dan Fe2O3. Material mulai berubah menjadi cair dan pada daerah ini lapisan dinding rotary kiln berupa brick alumina.
3.    Sintering Zone
            Pada daerah ini material mulai mendekati sumber panas yang terpancar dari burner dan pemanasan nya hingga mencapai  ±14000C. Proses yang terjadi adalah pelelehan dari seluruh material dan reaksi maksimum antara CaO dengan unsur SiO2,,Al2O3 dan Fe2O3 membentuk mineral compound senyawa utama clinker yaitu C2S (belite), C3S (alite), C3A (celite) dan C4AF (ferite). Reaksi ini disebut reaksi klinkerisasi. Lapisan yang terpasang pada dinding rotary kiln adalah brick jenis basic yang mempunyai sifat tinggi.
Reaksi klinker adalah
4CaO + Al2O3 + Fe2O3                                   4CaO.Al2O3.Fe2O3 : (C4AF)
3CaO + Al2O3                                                 3CaO.Al2O3 : (C3A)
2CaO + SiO2                                                    2CaO.SiO2 : (C2S)
 CaO + 2CaOSiO2                                           3CaO.SiO2 : (C3S)
            Mekanisme perpindahan panas yang terjadi di rotary kiln sebagian besar adalah dengan radiasi. Jika temperature rendah  (under burn) maka klinker yang terjadi tidak memenuhi standar.

Pada temperature 1260-1310 0C mulai terjadi lelehan terutama terdiri dari komponen Al2O3 dan Fe2O3. Pada temperature 15000C jumlah fasa cair dapat mencapai 20-30 %. Dalam fasa ini pembentukan 3 CaO. SiO2 (C3S). Apabila dalam proses klinkerisasi masih terdapat CaO yang belum bereaksi dengan oksida lainnya maka akan terbentuk Cao bebas (free lime) yang merugikan terhadap mutu semen. Banyak nya CaO yang bebas pada klinker dapat dijadikan salah satu indicator apakah proses pembakaran pada klinker berjalan dengan baik.

4.    Cooling Zone
Material yang terbentuk cair di sintering zone akan mengalir ke cooling zone dan akan mengalami perubahan fasa pada daerah ini karena material menjauhi burner gun. Temperatur akan turun hingga mencapai 12000C, dank arena adanya gerakan rotary kiln terhadap sumbunya maka sebagiab besar rotary kiln akan terbentuk butiran setelah berubah fasa. Proses ini adalah proses yang terakhir terjadi didalam rotary kiln, selanjutnya maka rotary kiln akan keluar menuju peralatan pendinginan.
           Tabel 2.1 Sekuen Reaksi Klinkerisasi Heating (°C)
Suhu
Proses yang terjadi
20 – 100
Evaporation of H2O
100 – 300
Loss of physically adsorbed water
400 – 900
Removal of structural H2O (H2O and OH groups)
from clay minerals
>500
Structural changes in silicate minerals
600 – 900
Dissociation of carbonates
>800
Formation of belite, intermediate products, aluminate
and ferrite
>1250
Formation of liquid phase (aluminate and ferrite melt)
~1450
Completion of reaction and growth of alite
and belite

Cooling (°C)
1300 – 1240
Crystallization of liquid phase into mainly aluminate
and ferrite
Tujuan pendinginan klinker :
1.      Untuk dapat mempertahankan fasa kristal klinker dalam bentuk struktur  dan ukuran cluster yang baik dan beersifat hidroulis.
2.      Untuk menjaga agar keamanan handling pada proses selanjutnya dapat trjamin, baik terhadap peralatan transport, penyiapan, maupun pada cement grindng.
3.      Menaikan suhu udara bakar ( secondary air), karena udara bakar yang dipergunakan pada kiln burner dari dua sumber yaitu :
-          Udara sekunder / tertier yang di suplay dari sebagian udara bekas pendingin klinker dari klinker cooler.
-          Udara primer yang di suplay dari blower atau fan udara primer

Dalam proses pendinginan akan disertai keluarnya  impurities dari keadaan larutan ke bentuk dispersi koloid. Semakin banyak impurities keluar dari larutan, maka  warna belite semakin kelam. Jika kecepatan pendinginan dengan cepat, tidak ada  kesempa­tan impurities  itu keluar sebagai  dispersi, tetapi akan langsung sebagai larutan yang membeku sehingga warna  belite menjadi tidak berwarna. Pendinginan dengan cepat akan menghasilkan klinker dengan kuat tekan yang tinggi.

Berikut ini merupakan standar pabrik PT. Semen Baturaja (Persero) untuk komposisi senyawa pembentuk klinker yang dihasilkan adalah sebagai berikut:         
C3S                  : 5465%
C2S                  : 15 – 22%
C3A                 : 8 – 13%
C4AF               : 10 – 12%

          Untuk standar fasa cair yang dibutuhkan untuk pembentukan C3S pada waktu proses klinkerisasi. Fase cair merupakan lelehan yang terbentuk selama proses pembentukan klinker. Fasa cair yang normal berkisar antara 23% hingga 28%. Tetapi fasa cair yang ideal adalah sekitar 25%, dimana hal ini sangat baik untuk pembentukan C3S yang cepat melalui pelarutan C2S dan CaO bebas, kemudahan terak untuk digiling, keawetan batu tahan api dan pemakaian bahan bakar yang lebih hemat.
Sedangkan untuk standar persentase  LSF, SM dan AM adalah sebagai berikut :
1.    Batasan nilai  LSF adalah 90 – 99%. Pengaruh nilai LSF terhadap proses pembentukan klinker adalah sebagai berikut :
Pengaruh LSF  > 99
·       Tepung baku sulit dibakar, kebutuhan energi tinggi
·      Sulit membentuk coating, sehingga panas radiasi yang hilang dari   dinding rotary kiln naik
· Temperatur gas keluar rotary kiln naik
·      Kadar CaO bebas cenderung naik
·      Kadar C3S naik, sehingga kuat tekan awal dan panas hidrasi naik
·      Biasanya digunakan untuk mengantisipasi kadar abu dan komposisi kimia kadar abu batubara yang tinggi
Pengaruh LSF   < 90
·           Tepung baku mudah dibakar, kebutuhan energi rendah
·    Fasa cair di burning zone berlebihan, cenderung membentuk ring dan coating washing
·      Terak berbentuk bola-bola dan sulit digiling
·      Kadar CaO bebas rendah
·      Kadar C3S turun dan kadar C2S naik secara proposional
·      Panas hidrasi semen cenderung rendah

2.        Batasan nilai SM adalah 1,9 – 3,2%. Pengaruh nilai  SM terhadap proses dan kualitas klinker adalah sebagai berikut :
Pengaruh SM  > 3.2
·      Tepung baku sulit dibakar dan memerlukan energi tinggi
· Fase cair rendah, thermal load tinggi, terak dusty dan kadar CaO bebas cenderung tinggi.
·      Sifat coating tidak stabil, coating yang terbentuk tidak tahan terhadap thermal shock sehingga  radiasi dari dinding tanur tinggi.
·    Merusak bata tahan api.
·      Memperlambat pengerasan semen.
·      Kuat tekan semen cenderung tinggi
Pengaruh SM < 1.9
·      Selalu membentuk ring
·  Terak sangat keras dan sulit digiling
·  Waktu pengikatan semen pendek dan panas hidrasi naik
·  Kuat tekan awal semen (3 – 7 hari) rendah
·  Tanur tidak stabil, kebutuhan energi rendah

3.    Batasan nilai IM/AM adalah 1,5 – 2,5%. Pengaruh nilai  IM / AM  terhadap proses dan kualitas semen adalah sebagai berikut :
Pengaruh  IM > 2.5
·      Tepung baku sulit dibakar
·      Viskositas fasa cair pada temperature tetap akan naik
·      Semen yang dihasilkan mempunyai kuat tekan awal tinggi, waktu pengikatan pendek, panas hidrasi tinggi, ketahanan terhadap sulfat rendah.
·      Kadar C3A naik, C4AF turun, sedangkan C3S dan C2S naik.
Pengaruh IM < 1.5

2.3 Sistem Pembakaran

Pengoperasian pada unit pembakaran bahan baku dan pendinginan klinker dalam pabrik semen dibagi menjadi tiga tahap :
1.    Penyiapan bahan baku
2.    Pembakaran (pembentukan klinker)
3.    Pendinginan klinker

Yang termasuk dalam penyiapan bahan baku adalah homogenisasi raw material di homogenizing silo. Langkah tersebut dimaksudkan untuk menghomogenkan campuran bahan baku yang sudah dihaluskan menjadi tepung baku, sehingga diharapkan tidak terjadi :
a.     Coating yang tidak stabil
b.    Kualitas semen yang dihasilkan tidak seragam
c.     Umur batu tahan api rendah
d.    Pemakaian bahan bakar terlalu banyak karena pembakaran harus selalu sering dirubah

     Proses homogenisasi umpan dilakukan dalam homogenizing silo menggunakan udara yang bertekanan. Kondisi akan menyebabkan terjadinya olakan pada umpan sehingga akan diperoleh umpan yang homogen.

Proses pembakaran yang terjadi meliputi pemanasan awal umpan baku di preheater (pengeringan, dehidrasi dan dekomposisi), pembakaran di rotary kiln (klinkerisasi) dan pendinginan di grate cooler (quenching).
a.        Pengeringan
Pengeringan di sini adalah proses penguapan air yang masih terkandung dalam umpan baku. Terjadi pada saat umpan baku kontak dengan gas panas pada temperature sampai 200ºC.
b.        Dehidrasi
Dehidrasi adalah proses terjadinya pelepasan air kristal (combined water) yang terikat secara molekuler di dalam mineral – mineral umpan baku . Proses ini terjadi temperatur 100 – 400ºC . Kondisi ini menyebabkan struktur mineral menjadi tidak stabil dan akan terurai menjadi pada temperature 400 – 900ºC.
c.        Dekomposisi dan kalsinasi
Dekomposisi adalah proses penguraian atau pemecahan mineral-mineral umpan baku menjadi oksida-oksida yang relatif terjadi pada temperature 400 – 900ºC .
Reaksi kalsinasi:
                   CaCO3 ------- > CaO + CO2
                   MgCO3 ------- > CaO + CO2
d.       Klinkerisasi
Terjadi pada temperature 1260 - 1310ºC mulai terjadi lelehan terutama terdiri dari komponen  Al203 dan Fe2O3. Pada temperatur 1450ºC, jumlah fasa cair dapat mencapai 20-30 %. Dalam fasa cair terjadi pembentukan (C3S) 3CaO.SiO2 dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
   2CaO.SiO2 + CaO      à    3CaO.SiO2

e.        Quenching
Quenching adalah proses pendinginan klinker scara mendadak setelah reaksi klinkerisasi selesai.
Tujuan quenching adalah untuk mendapatkan klinker dengan mutu yang baik , diantaranya :
·      Mencegahnya terjadinya reaksi inversi terjadi pada pendinginan lambat pada temperatur ± 1200ºC.
·      Dengan adanya pendinginan yang mendadak dari temperatur tinggi (1000°C) menjadi temperatur yang rendah (100°C) akan dihasilkan terak yang rapuh (berpori-pori tinggi) sehingga memudahkan dalam proses penggilingan terak.
·      Untuk melindungi peralatan transportasi terak dari temperatur tinggi.
·      Panas terak dikembalikan ke dalam rotary kiln sebagai udara sekunder pada pembakaran.(Hardi, 1995)

2.4.Pengendalian Kualitas Klinker
1.  Portland Clinker
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas klinker adalah mineralogi klinker (komposisi kimia), tektur klinker serta struktur klinker (homogenitas dan porositas).
2.  Burnability
Burnability seringkali dikaitkan dengan mudah atau tidaknya perubahan raw meal menjadi klinker pada proses pembakaran di dalam rotary kiln. Raw meal yang memiliki burnability yang baik dapat dibakar pada suhu yang lebih rendah dan waktu yang lebih pendek
3.  Komposisi Mineralogi Bahan Baku :
a.    Lime, clay, corrective
b.    Komposisi kimia tepung baku : main component, minor
c.    Granulometri raw meal : fineness, distribusi partikel
d.   Perlakuan panas : temperatur pembakaran, laju pemanasan, holding time
e.    Pembentukan liquid phase : jumlah, viscositas
f.     Abu batubara : fineness, komposisi

2.5  Kesetimbangan Massa Rotary kiln

Neraca massa merupakan perhitungan material pada semua aliran masuk,keluar atau yang terakumulasi dalam suatu sistem. Perhitungan neraca massa berdasarkan pada hukum kekekalan massa, dimana tidak ada massa yang hilang, akan tetapi massa yang masuk hanya berubah bentuk, sehingga massa yang masuk akan selalu sama dengan massa yang keluar. Neraca massa disusun berdasarkan batas sistem. Sistem yang ditetapkan dapat berupa suatu reaksi kimia, suatu proses dalam reaktor atau proses dalam suatu kesatuan.


SISTEM PROSES
 
                                  INPUT                             OUTPUT
    

                                    Gambar  2. Neraca Massa
Berdasarkan hukum kekekalan massa, dapat disusun persamaan umum neraca massa sebagai berikut:
INPUT - OUTPUT + GENERATED - CONSUMPTION = ACC
Secara umum neraca massa dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1.      Neraca massa overall
Merupakan neraca massa dimana semua komponen bahan masuk dan keluar dihitung dari proses awal sampai akhir dan merupakan satu kesatuan.
2.      Neraca massa komponen
Merupakan neraca massa yang perhitungannya berdasarkan atas satu komponen bahan yang masuk saja.
Dimana berlaku persamaan :
Komponen bahan masuk = komponen bahan keluar

2.6Kesetimbangan Panas Rotary kiln

Dalam penyusunan neraca panas selalu berorientasi pada sistem. Neraca panas merupakan persamaan matematis yang menyatakan hubungan antara panas masuk dan keluar. Penyusunan neraca panas berdasarkan hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, hanya dapat berubah bentuk dan berpindah dari medium satu ke medium yang lain.
Konsep makroskopis dari neraca energi :


Neraca panas dapat digunakan untuk flow proses pada setiap tekanan dan non flow proses pada tekanan konstan (Smith, 1956), yaitu :
  1. Flow proces
Dalam hal ini bahnmasuk dan keluar berlangsung terus menerus selama proses operasi. Pada keadaan ini suhu susunan campuran pada setiap titik sama. Keadaan ini disebut steady state.
  1. Non flow proces
Proses operasinya bersifat berkala, susunan suhu berubah sesuai dengan waktu terjadi bila tidak ada arus masuk dan keluar secara kontinyu.

Beberapa hal penting dalam penyusunan neraca panas :
1.    Panas Sensibel (Sensible Heat)
Yaitu panas yang dapat diserap atau dilepas dan berkaitan dengan kenaikan atau penurunan suhu tanpa perubahan fase.
Rumus :           Qs  = m. Cv. dt           (volume tetap)
                              Qs  = m. Cp. dt           (tekanan tetap)
Dimana            :  Qs     : Panas sensibel (kkal)
                                 m      : Massa bahan (kg)
                                 Cv    : Kapasitas panas pada volume tetap (kkal/kg ºC)
                               Cp      : Kapasitas panas pada tekanan tetap (kkal/kg ºC)
                               dt        : Perubahan suhu (ºC)
Kapasitas panas pada tekanan tetap (Cp) dapat dihitung dari :
a.    Persamaan Fungsi T
Cp  =  f (T)  =  a + bT + cT2
Dimana         :  a,b,c  =  Konstanta yang ditetapkan
                                         T     =  Suhu mutlak (K) 
b.    Cp mean (Cpm)
     Cpm            =
c.    Cp rata-rata
Cp =            
d.   Cp dari tabel dan grafik                            
(Anonim, 1994)
2.     Panas Laten
Yaitu panas yang dibutuhkan atau dibebaskan pada perubahan fase pada tekanan 1 atm. Beberapa macam panas laten
a.    Panas laten penguapan (dari fase cair ke fase uap)
b.    Panas laten sublimasi (dari fase padat ke fase gas)
c.    Panas laten peleburan (dari fase padat ke fase cair)
d.   Panas laten transisi (dari fase uap ke fase jenuh)
e.    Panas laten pengembunan (dari fase gas ke fase cair) (Darmanto, 2001).



2.6.1Mekanisme Perpindahan Panas dalam Kiln
Mekanisme perpindahan panas dapat berlangsung dari suatu body yanglebih tinggi derajat panasnya ke body lain yang lebih rendah derajat panasnya atau ke lingkungan sekitarnya untuk mencapai suatu kondisi kesetimbangan .Secara umum mkanisme perpindahan panas dapat dibedakan menjadi 3 pola yaitu :
a.    Perpindahan Panas Secara Konduksi
Mekanisme perpindahan panas secara konduksi berlangsung sebagai berikut :
·         Melalui antara partikel –partikel atau seleksi molekul yang tidak bergerak (tidak berpindah ).
·         Melalui media yang berbentuk padatan (kompak strukturnya ).
b.      Perpindahan Panas Secara Koveksi (konveksi)
      Mekanisme perpindahan panas secara konveksi berlangsung sebagai   berikut :
·         Melalui antara partikel-partikel atau molekul yang bergerak (mengalir).
·         Melalui media yang berbentuk fluida yaitu cairan , gas dan suspensi .
c.              Perpindahan Panas Secara Radiasi
        Mekanisme perpindahan panas secara radiasi berlangsung sebagai berikut :
·         Dipancarkan tanpa melalui media
·         Berupa pancaran gelombang elektro magnetik .

Didalam kiln system mekanisme perpindahan panas radiasi  terutama terjadi dari pancaran nyala burner ke objek material meal feed , coating dan gas (Hardi,1995).








III. PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS


3.1    Pengambilan Data

1.    Mengambil data dari bagian Laboratorium Proses dan Kimia mengenai laporan harian inspeksi dan pengujian proses pada Klinker plant pada tanggal 6 Februari 2015.
2.    Mengumpulkan data spesifikasi peralatan di perpustakaan.
3.    Mengambil data dari CCR (Central Controll Room) mengenai material yang masuk rotary kiln dan jumlah klinker.

3.2    Langkah Perhitungan Tugas Khusus

1.    Perhitungan reaksi pembakaran batubara
2.    Perhitungan neraca massa pada rotary kiln
3.    Perhitungan neraca panas pada rotary kiln
4.    Perhitungan panas yang hilang pada dinding rotary kiln
5.    Perhitungan konversi pada reaksi dekomposisi kiln feed di rotary kiln
6.    Perhitungan komposisi senyawa kimia pembentuk klinker

3.3    Asumsi

1.    Kondisi aliran massa tunak (steady state),  yaitu kondisi sewaktu sifat-sifat  suatu system tak berubah.
2.    Proses pembakaran sempurna dan tidak ada sisa bahan bakar yang tidak terbakar.
3.    Seluruh air yang terkandung dalam bahan bakar dan umpan rotary kiln akan menguap selama proses dan keluar sistem.
4.    Kemungkinan terjadinya reaksi-reaksi kimia tambahan selama proses klinkerisasi diabaikan.
  
IV. DATA HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Data Hasil Perhitungan
   
 4.1.1 Neraca Massa
Dari perhitungan yang telah dilakukan didapat nilai neraca massa yang terdapat pada tabel 4.1, yaitu sebagai berikut :

 Tabel 4.1 Neraca Massa di Rotary Kiln

INPUT (kg/jam)

OUTPUT (kg/jam)
Komponen
Massa (kg/jam)
Komponen
Massa (kg/jam)
Aliran 8
Aliran 10
Aliran 12
Aliran 14
154.499,50
10.326,66
15.781,59
172.452,74
Aliran 17
Aliran 16


146.222,27
112.575,79
Total
258.943,33

258.943,33








4.1.2 Neraca Panas
Dari hasil perhitungan diperoleh heat balancing seperti pada tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2  Neraca Panas di Kiln system

Input
Kkal/jam
Panas pembakaran  batubara
129.625.497,08
Panas yang sensibel batubara
180.716,69
Panas sensibel Kiln feed
5.041.372,88
Panas sensibel udara primer
13.055,13
Panas sensibel cooling air
253.190,79
Total
135.113.832,57

Output
Kkal/jam
Panas klinker ke luar cooler
2.569.856,38
Heat loss with kiln exit gas
29.818.293,26
heat lost with dust in SP
3.728.923,033
Heat loss due to moisture in kiln feed & fine coal
2.062.643,89
kiln shell heat loss
647,92
Formation heat of clinker
66.266.283,53
Heat loss in  Kiln system
30.667.184

135.113.832,57


4.1.3    Konversi, Komposisi dan Parameter Kualitas Klinker
Konversi semen yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah
sebesar 100 %. Konversi CaCO3 sebesar 100% dan MgCO3 100%.
Adapun komposisi penyusun klinker adalah sebagai berikut:
C3S            =  58,15 %
C2S            =  19,23%
C3A           =  8,43 %
       C4AF        =  10,21%

                  Sedangkan untuk nilai LSF, SM dan AM, yaitu:
      LSF                       =  92,066
      S/R                                    =  2,51 %
      A/F                        =  1,59
     Fase cair pada saat klinkerisasi sebesar 25,21 %.

  4.2     Pembahasan
      
    Rotary kiln adalah peralatan berbentuk tabung silinder yang memiliki diameter dan panjang yang beragam (tergantung desain pabrik), pada PT. Semen Baturaja panjangnya 75 meter dengan diameter 4,5 meter. Konstruksinya dipasang membujur dan miring ke arah outlet  dengan sudut kemiringan 3,50. Di dalam rotary kiln terdapat batu tahan api yang disusun melingkar mengikuti dinding rotary kiln, fungsi dari batu tahan api adalah untuk melindungi shell rotary kiln dari panas yang tinggi.

       Rotary kiln merupakan suatu unit di mana terjadi proses pembakaran rotary kiln feed  yang berupa campuran limestone, pasir silika, tanah liat dan pasir besi menjadi klinker. Klinker adalah batuan buatan yang dihasilkan dari proses pemanasan raw meal di dalam rotary kiln pada suhu sekitar 1400oC. Selama proses pemanasan di dalam rotary kiln, akan terjadi reaksi fisika dan kimia secara bersamaan dan interaksi antar molekul membentuk senyawa klinker.
Reaksi klinker adalah
4CaO + Al2O3 + Fe2O3                                   4CaO.Al2O3.Fe2O3 : (C4AF)
3CaO + Al2O3                                                 3CaO.Al2O3 : (C3A)
2CaO + SiO2                                                    2CaO.SiO2 : (C2S)
 CaO + 2CaOSiO2                                           3CaO.SiO2 : (C3S)

Reaksi dekomposisi pada rotary kiln telah mengonversi  senyawa CaCO3 dan MgCO3 menjadi senyawa-senyawa oksida reaktif pembentuk klinker.
Seluruh mol umpan telah terkonversi 100% menjadi produk, ini menunjukan pembakaran telah terjadi secara sempurna karena oksigen yang disuplai mencukupi untuk terjadinya reaksi dekomposisi.

Kualitas klinker yang dihasilkan dari Rotary Kiln dinilai baik, terliahat dari hasil perhitungan mengenai parameter – parameter ukuran kinerja rotary kiln itu sendiri. Parameter-parameter tersebut meliputi persentase senyawa C3S, senyawa C2S, senyawa C3A, senyawa C4AF, LSF, rasio S/R , rasio A/F dan juga persentase liquid yang masih memenuhi standar kulalitas yang baik untuk komposisi semen portland tipe 1. Berturut-turut nilai persentase dari senyawa –senyawa tersebut yaitu 58,15% C3S, 19,23% C2S, 8,47 % C3A, 10,21 C4AF ,92,06 LSF ,2,51% S/R, 1,59% A/F.
Batasan nilai  LSF adalah 90 – 99%. Pengaruh nilai LSF terhadap proses pembentukan klinker adalah sebagai berikut :
Pengaruh LSF  > 99
·       Tepung baku sulit dibakar, kebutuhan energi tinggi
·      Sulit membentuk coating, sehingga panas radiasi yang hilang dari   dinding rotary kiln naik
·  Temperatur gas keluar rotary kiln naik
·      Kadar CaO bebas cenderung naik
·      Kadar C3S naik, sehingga kuat tekan awal dan panas hidrasi naik
·      Biasanya digunakan untuk mengantisipasi kadar abu dan komposisi kimia kadar abu batubara yang tinggi.

Pengaruh LSF   < 90
·           Tepung baku mudah dibakar, kebutuhan energi rendah
·    Fasa cair di burning zone berlebihan, cenderung membentuk ring dan coating washing
·      Terak berbentuk bola-bola dan sulit digiling
·      Kadar CaO bebas rendah
·      Kadar C3S turun dan kadar C2S naik secara proposional
·      Panas hidrasi semen cenderung rendah

Batasan nilai S/R  adalah 1,9 – 3,2%. Pengaruh nilai  SM terhadap proses dan kualitas klinker adalah sebagai berikut :
Pengaruh S/R  > 3.2
·      Tepung baku sulit dibakar dan memerlukan energi tinggi
·   Fase cair rendah, thermal load tinggi, terak dusty dan kadar CaO bebas cenderung tinggi.
·         Merusak bata tahan api.
·            Memperlambat pengerasan semen.
Pengaruh S/R < 1.9
·        Selalu membentuk ring
·       Terak sangat keras dan sulit digiling

Batasan nilai  A/F  adalah 1,5 – 2,5%. Pengaruh nilai  A/F  terhadap proses dan kualitas semen adalah sebagai berikut :
Pengaruh  S/R> 2.5
·      Tepung baku sulit dibakar
·      Viskositas fasa cair pada temperature tetap akan naik
·      Semen yang dihasilkan mempunyai kuat tekan awal tinggi, waktu pengikatan pendek, panas hidrasi tinggi, ketahanan terhadap sulfat rendah.
·      Kadar C3A naik, C4AF turun, sedangkan C3S dan C2S naik.



Pesentase liquid yang terbentuk pada burning zone di rotary kiln sebesar 25,21%. Fasa cair yang tebentuk sebesar 25,21%, yaitu fasa cair yang mendekati ideal. Hal ini menunjukan C3S yang baik melalui pelarutan C2S dan CaO bebas, sehingga memudahkan terak yang rapuh menghemat energi pada perlatan penggilungan klinker, memperpanjang usia batu tahan api karena batu tahan api terlindung dari corrosive dan juga abbrasive action.

Fasa cair < 23% akan mengakibatkan klinker cenderung berdebu, gejala sirkulasi alkali meningkat, pembentukan dust ring di zona transition. Apabila fasa cair > 28% akan mengakibatkan klinker terlalu padat dan tidak rapuh, dan terjadi serangan batu basicdi burning zone.

Dari hasil analisa yang diperoleh tersebut  di atas telah menunjukan bahwa kinerja Rotary Kiln di PT Semen Baturaja bekerja dengan baik karena hasil yang diperoleh masih sesuai batasan standar design yang ditetapkan.
Komposisi mineralogi klinker sangat diperlukan untuk mengetahui proses klinkerisasi di dalam Rotary Kiln, dan kondisi pembakaran.