l
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Korosi atau karat pada suatu logam
terutama besi, merupakan fenomena alam yang biasa terjadi disekitar kita.
Korosi merupakan gangguan yang sangat mengganggu dan sulit untuk dihindari.
Banyak
cara untuk menghindari gangguan korosi ini, salah satunya dengan sistem
proteksi katodik arus tanding (impressed current cathodic protection).Sistem
proteksi katodik arus tanding adalah suatu metode perlindungan karat yang
menggunakan tegangan DC untuk proses perlindungannya. Tegangan DC digunakan
untuk membuat suatu logam semakin sedikit mengalami korosi karena potensial
dari logam tersebut dibuat semakin negatif2. Dalam proses pengendalian sumber
tegangan searah (DC) ini digunakan converter tegangan DC. Tegangan DC diperoleh
dari proses penyearahan (rectifier) tegangan AC. Hasil keluaran tegangan DC
akan dinaikan atau diturunkan dengan DC- DCconverter yaitu menggunakan
Buck Converter untuk mendapatkan tegangan yang teregulasi. Dengan
menggunakan Buck Converter dapat diperoleh tegangan variabel yang dapat
digunakan untuk memberikan sumber tegangan DC ke sistem proteksi Katodik arus
tanding sesuai arus yang diperlukan.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu : agar
mahasiswa dapat memahami peristiwa korosi dan penyebab terjadinya korosi
. Mengetahui bagaimana cara mengatasinya.
.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Korosi
Kerusakan merupakan proses redoks pada permukaan logam dan
llingkungannya. Korosi atau pengkaratan adalah kerusakan atau degradasi logam
akibat bereaksi dengan lingkungan yang korosif. Penyelidikan tentang sistem
elektrokimia telah banyak membantu menjelaskan mengenai korosi ini, yaitu
reaksi kimia antara logam dengan zat-zat yang ada di sekitarnya atau dengan
partikel-partikel lain yang ada di dalam matrik logam itu sendiri. Jadi dilihat
dari sudut pandang kimia, korosi pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi
ion pada permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan
beroksigen. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi. Pada
peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami
reduksi. Karat logam umumnya berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat
besi adalah Fe2O3 . XH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah. Pada
korosi besi, bagian tertentu dari besi berlaku sebagai anode, dinama besi
mengalami oksidasi.
Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e E0 = + 0,44 V
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi yang berlaku sebagai katode, dimana oksigen tereduksi.
O2(g) + 2H2O(l) + 4e → 4OH-(aq) E0 = + 0,40 V
atau
O2(g) + HH+(aq) + 4e → 2H2O(l) E0 = + 1,23 V
Ion besi (II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi (III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, Fe2O3 . XH2O, yaitu karat besi. Maka reaksi yang terjadi :
Anode : 2Fe(s) → 2Fe2+(aq) + 4e E0 = + 0,44 V
Katode : O2(g) + 2H2O(l) + 4e → 4OH-(aq) E0 = + 0,40 V
Reaksi Sel : 2Fe(s) + O2(g) + 2H2O(l) → 2Fe2+(aq) + 4OH-(aq) E0reaksi = 0,84 V
Ion Fe2+ tersebut kemudian mengalami oksidasi lebih lanjut dengan reaksi :
4Fe2+(aq) + O2(g) + (4 + 2n) H2O → 2Fe2O3 . nH2O + 8H+(aq)
Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan dan bagian mana yang bertindak sebagai katode bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu. Korosi besi memerlukan oksigen dan air.
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi yang berlaku sebagai katode, dimana oksigen tereduksi.
O2(g) + 2H2O(l) + 4e → 4OH-(aq) E0 = + 0,40 V
atau
O2(g) + HH+(aq) + 4e → 2H2O(l) E0 = + 1,23 V
Ion besi (II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi (III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, Fe2O3 . XH2O, yaitu karat besi. Maka reaksi yang terjadi :
Anode : 2Fe(s) → 2Fe2+(aq) + 4e E0 = + 0,44 V
Katode : O2(g) + 2H2O(l) + 4e → 4OH-(aq) E0 = + 0,40 V
Reaksi Sel : 2Fe(s) + O2(g) + 2H2O(l) → 2Fe2+(aq) + 4OH-(aq) E0reaksi = 0,84 V
Ion Fe2+ tersebut kemudian mengalami oksidasi lebih lanjut dengan reaksi :
4Fe2+(aq) + O2(g) + (4 + 2n) H2O → 2Fe2O3 . nH2O + 8H+(aq)
Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan dan bagian mana yang bertindak sebagai katode bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu. Korosi besi memerlukan oksigen dan air.
2.2 Korosi Suhu Rendah
Berdasarkan temperature
kerja,korosi dapat dikelompokkan dalam dua bagian,yaitu
korosi basah dan korosi kering,dimana korosi basah terjadikarena logam terendam
dalam suatu larutan dan pada temperature yangrelative rendah,sedangkan korosi temperature tinggi terjadi padatemperature dimana tidak ada lagi larutan dalam
bentuk cair,dan sering berada
pada temperature diatas 500°C. Sebenarnya ada jenis korosilainnya,yaitu korosi atmosferik yang terjadi pada
temperature rendah dan pada lingkungan gas atau uap. Walaupun peristiwa
korosi itu berbeda-bedakondisinya,tetapi ada satu hal yang tidak bisa
dihindarkan, yaitu terjadinyasuatu reaksi elektrokimia pada semua peristiwa
korosi tersebut.
2.3
Korosi Suhu Tinggi
Korosi temperature tinggi didefinisikan sebagai proses degradasi atau penurunan mutu material termasuk degradasi sifat-sifat
mekanismenya yang disebabkan oleh adanya
pengaruh atmosfer pada suhu tinggi . Temperature tinggi memiliki pengertian
bahwa air dalam fasa gas , atmosfer tidak mengandung air . Temperature dimana
terjadi difusi atom yang memberikan pengaruh yang besar dan temperaturenya
diestimasi dengan 0,5 Tm
( temperature melting, kelvin ) . Temperature terjadinya
besi / baja dengan cepat yaitu diatas 570 derajat celcius .
Temperature tinggi memberikan pengaruh ganda tehadap
degradasi logam yang ditimbulkanay .
Pertama , kenaikan temperature akan mempengaruhi aspek termodinamika dan kinetika
reaksi , artinya deegradasi akan semakin
cepat pada temperature yang lebi tinggi . Yng kedua , kenaikan temperature akan mempengaruhi dan merubah struktur dan perilaku logam . Jika stuktur berubah ,
maka secara umum kekuatan da perilaku
logam juga berubah . Jadi selain terjadi
degradasi yang berupa kerusakan
fisik pada permukaan atau
kerusakan ekternal , juga terjadi degradasi yang berupa kerusakan penurunan sifat mekanik , logam menjadi rapuh
.
Pada temperature tinggi , atmosfer bersifat oksidatif ,
atmosfer yang berpotensi untuk mengoksidasi logam . Amosfer ini merupakan
lingkungan penyebab utama terjadinya korosi pada temperature tinggi . korosi
pada temperature tinggi mencangkup
reaksi langsung antara logam dengan gas . untuk lingkungan tertentu
kerusakan dapat terjadi akibat reaksi dengan lelehan garam , atau fused salat
yng terbentuk pada temperature tinggi , korosi ini biasa disebut hot corrosion atau korosi panas .
Kecenderungan suatu logam untuk beroksidasi,
sama seperti reaksi spontan lainnya, ditandai oleh perubahan energi bebas ΔG
yang menyertai pembentukan oksidasi. Berbagai jenis logam mudah teroksidasi
karena memiliki nilai ΔG negatif. Sesuai persamaan Gibbs dengan sendirinya
terdapat hubungan antara ΔGo dengan ΔHo, panas reaksi standar dari perubahan
entropi standar ΔS. Variasi energi bebas standar dengan perubahan temperatur
absolut untuk sejumlah logam oksidasi dapat
Nilai numerik ΔG untuk reaksi oksidasi berkurang dengan meningkatnya temperatur,
berarti stabilitas oksida berkurang. Hal ini terjadi karena entropi yang
menyertai reaksi, padatan (logam) + gas (oksigen), keduanya padat, mempunyai
nilai entropi yang hampir sama dan d(ΔGo)/dT hampir ekivalen dengan entropi
oksigen, yaitu 209,3 J deg-1 mol-1. Oleh karena itu di sekitar nilai ini, garis
ΔG terhadap T mempunyai kemiringan ke atas, dan setiap perubahan kemiringan
terjadi karena perubahan diabsorpsi permukaan logam berdisosiasi menjadi
komponen atom sebelum membentuk ikatan kimia dengan atom permukaan logam,
proses ini disebut kemisorpsi. Setelah terbentuk beberapa lapisan adsorpsi,
oksida bernukleasi secara epitaksial pada butir logam induk di lokasi yang
diutamakan, seperti dislokasi dan atom pengotor. Setiap daerah nukleasi tumbuh,
merasuk satu dengan lainnya sehingga terbentuk lapisan tipis oksida di seluruh
permukaan. Oleh karena itu oksida biasanya terdiri dari agregat butir-individu
atau kristal, dan menampakkan gejala seperti rekristalisasi, pertumbuhan butir,
creep mencakup cacat kisi, mirip dengan yang terjadi pada logam.
Apabila lapisan oksida yang mula-mula
terbentuk bersifat porous, oksigen dapat tembus dan terjadi reaksi pada antar
muka oksida-logam. Namun, umumnya, lapisan tipis tidak porous dan oksida
selanjutnya mencakup difusi melalui lapisan oksida. Apabila terjadi oksida di
permukaan oksida oksigen maka ion logam dan elektron harus berdifusi dalam
logam yang berada di bawahnya. Apabila reaksi oksidasi terjadi di antarmuka
logam-oksida, ion oksigen harus berdifusi melalui oksida dan elektron berpindah
dengan arah berlawanan untuk menuntaskan reaksi.
Pertumbuhan lapisan oksida dapat
diikuti dengan keseimbangan-termal memiliki kepekaan hingga 10-7 g, dan
pengurangan dilakukan di lingkungan pada temperatur yang dikendalikan dengan
teliti. Teknik metalografi yang paling sering diterapkan adalah elipsometri,
yang bergantung pada perubahan di bidang polarisasi berkas cahaya-terpolarisasi
yang dipantulkan oleh permukaan oksida; sudut rotasi bergantung tebal oksida.
Selain itu juga digunkan interferometri, tetapi kini lebih sering dipakai
replika dan lapisan tipis di mikroskop transmisi elektron dan mikroskopik
scanning elektron. Laju penebalan oksidasi bergantung pada temperatur dan
meterial
2.4
Laju Korosi
Mekanisme korosi tidak terlepas dari
reaksi elektrokimia. Proses elektrokimia melibatkan perpindahan
elektron-elektron. Perpindahan elektron merupakan hasil reaksi redoks
(reduksi-oksidasi). Mekanisme korosi melalui reaksi elektrokimia melibatkan
reaksi anodik dan reaksi katodik.
a.Reaksi Anodik (Oksidasi)
Reaksi Anodik terjadi di daerah anode. Reaksi anodik (oksidasi) diindikasikan melalui peningkatan valensi atau produk elektron-elektron. Reaksi anodik yang terjadi pada proses korosi logam, yaitu :
Reaksi Anodik terjadi di daerah anode. Reaksi anodik (oksidasi) diindikasikan melalui peningkatan valensi atau produk elektron-elektron. Reaksi anodik yang terjadi pada proses korosi logam, yaitu :
M
→ Mn+ + ne
Proses korosi dari logam M adalah proses oksidasi logam menjadi satu ion (n+) dalam pelepasan n elektron. Harga dari n bergantung dari sifat logam sebagai contoh besi :
Fe → Fe2+ + 2e
b.Reaksi Katodik (Reduksi)
Reaksi katodik terjadi di daerah katode. Reaksi katodik diindikasikan melalui penurunan nilai valensi atau konsumsi elektron-elektron yang dihasilkan dari reaksi anodik.
Beberapa reaksi katodik yang terjadi selama proses korosi logam, yaitu :
Pelepasan gas hidrogen
2H+ + 2e → H2
Reduksi oksigen
O2 + 4H+ + 4e → 2H2O
O2 + 2H2O + 4e → 4OH-
Reduksi ion logam
Fe3+ + e → Fe2+
Proses korosi dari logam M adalah proses oksidasi logam menjadi satu ion (n+) dalam pelepasan n elektron. Harga dari n bergantung dari sifat logam sebagai contoh besi :
Fe → Fe2+ + 2e
b.Reaksi Katodik (Reduksi)
Reaksi katodik terjadi di daerah katode. Reaksi katodik diindikasikan melalui penurunan nilai valensi atau konsumsi elektron-elektron yang dihasilkan dari reaksi anodik.
Beberapa reaksi katodik yang terjadi selama proses korosi logam, yaitu :
Pelepasan gas hidrogen
2H+ + 2e → H2
Reduksi oksigen
O2 + 4H+ + 4e → 2H2O
O2 + 2H2O + 4e → 4OH-
Reduksi ion logam
Fe3+ + e → Fe2+
Pengendapan
logam
3Na+ + 3e → 3Na
Reduksi ion hidrogen
O2 + 4H+ + 4e → 2H2O
3Na+ + 3e → 3Na
Reduksi ion hidrogen
O2 + 4H+ + 4e → 2H2O
2.5
Cara Menghititung Laju Korosi
Pada dasarnya uji koroi dapat
dilakukan baik secara simultif di dalam laboratorium ataupun secara langsung di
lapangan . Uji korosi di laboratorium biasanya dilakukan terhadap benda uji
yang berupa potongan sampel yang di ambil dari logam / paduan yang akan di
pakai seutuhnya . Lama pengujian mungkin hanya membutuhkan beberapa menit saj ,
atau dapat juga selama beberapa bulan , tergantung pada metode yang digunakan .
Salah satu metoda sederhana dapat
digunakan untuk menentukan laju korosi adalah dengan merendam sampel logam
dalam media korosif tertentu , Pengujian ini biasa disebut uji perendaman ,
atau immerion test . Pengujian ini digolongkan sebagai uji yang dipercepat ,
atau acceleratated test .
Jika suatu sampel logam M yang
memiliki berat jenis D g/cm^3 dengan luas permukaan A in2, dan
setelah direndam dalam larutan X selama t jam , beratnya berkuang sebesar W
miligram , maka laju korosi M dalam larutan X dapt dihitung berdasarkkan
formula berikut :
R= (953W)/(D.A.T)
R= laju korosi
W= kehilangan berat
D=densitas ,g/cm3
A = luaas permukaan sampel , in2
T = lama waktu pengujian , jam
Sebagai catatatn bahwa rumus di
atas dapt digunakan dengan asumsi bahwa logam mengalami serangan korosi merata
dalam larutan X.
2.6
Mekanisme Pertumbuhan Oksida
Perubahan energi bebas menunjukkan
kemungkinan produk reaksi stabil, tetapi tidak meramalkan laju pembentukan
produk. Selama oksidasi, molekul oksigen pertama yang logam, terbentuk medan
listrik yang kuat pada lapisan tipis oksida, medan ini menarik atom logam
melalui oksida. Pada rentang temperatur yang rendah ini (untuk Fe di bawah
200oC) ketebalan bertambah secara logaritmik dengan waktu (x ∞ Ln t), dan laju
oksidasi turun dengan berkurangnya kekuatan medan.
Pada temperatur intermediat (antara 50o - 1000°C
untuk Fe) oksidasi berkembang terhadap waktu mengikuti hukum parabola (x 2 ∞ t)
untuk hampir semua logam. Di daerah ini pertumbuhan merupakan proses
aktivasi-termal dan ion-ion melalui lapisan oksida dengan gerakan termal, dan
kecepatannya bermigrasi bergantung pada jenis cacat struktur dalam kisi oksida.
Tegangan yang besar, baik tekan maupun tarik, seringkali dialami lapisan oksida
pelindung retak dan lepas. Pengelupasan berulang yang terjadi pada skala kecil
menghalangi pertumbuhan parabolik yang lebih luas dan oksidasi memiliki laju
linear bahkan lebih cepat. Tegangan dalam lapisan oksida berkaitan dengan rasio
Pilling-Bedworth (P-B), yaitu rasio volume molekuler oksida terhadap
volume atomik logam yang membentuk oksida. Apabila rasio lebih kecil dari satu
seperti untuk Mg, Na, K, oksida yang terbentuk mungkin tidak memberikan
perlindungan yang memadai terhadap oksidasi selanjutnya, sejak tahap awal dan
dengan kondisi seperti ini yang lazim dijumpai pada logam-logam alkali, diikuti
hubungan oksidasi linear (x ∞ t). Namun, apabila rasio P-S jauh lebih besar
dari satu, seperti pada logam transisi, oksida terlalu tebal dan pengelupasan
juga cenderung terjadi.
Pada temperatur tinggi, lapisan bertambah
tebal sesuai hukum laju parabolik (x 2 ∞ t). Cacat titik berdifusi melalui
oksida karena terdapat gradien konsentrasi yang konstan. Cacat ditiadakan pada
salah satu antar muka dan terjadi pembentukan lokasi kisi yang baru. Khususnya
seng oksida bertambah tebal karena difusi interstisi seng yang terbentuk di antarmuka
logam oksida melalui oksida menuju antarmuka oksida logam dan di sini
menghilang karena reaksi:
2Zni++ + 4e + O2 → 2ZnO
Konsentrasi interstisi seng pada antar muka
logam/oksida dipertahankan oleh reaksi:
Zn(logam) → Znj++ +2e
Dengan pembentukan kekosongan dalam kisi
seng. Migrasi cacat interstisi bermuatan terjadi bersamaan dengan imigrasi
elektron, dan untuk lapisan oksida yang tebal, wajar untuk mengasumsi bahwa
konsentrasi kedua spesies yang bermigrasi adalah konstan pada kedua permukaan
oksida, yaitu permukaan oksida/gas dan aksida logam, konsentrasi dikendalikan
oleh kesetimbangan termodinamika setempat, jadi melintasi oksida terdapat
perbedaan konsentrasi konstan Δc dan laju transportasi melalui satuan luas
DΔc/x, di mana D adalah koefisien difusi dan x adalah tebal lapisan. Maka laju
pertumbuhan:
Dx/dt ∞ DΔc/x
Dan penebalan lapisan bertambah secara
parabolik sesuai hubungan. x 2 = kt, di mana k adalah konstanta yang mencakup
beberapa parameter struktur. Wagner menunjukkan proses oksidasi dapat
dijabarkan menjadi arus ionik ditambah arus elektronik, dan mendapatkan
persamaan laju oksidasi yang dinyatakan dalam ekivalen kimia cm-2s-1,
masing-masing mencakup jumlah transportasi anion dan elektron, konduktivitas
oksida, potensial kimia dari ion yang berdifusi pada antarmuka dan ketebalan
lapisan oksida. Pada rentang temperatur tertentu berbagai oksida bertambah
tebal sesuai hukum parabolik.
Pada temperatur rendah dan untuk lapisan
oksida yang tipis, berlaku hukum logaritmik. Apabila tebal kerak bertambah
mengikuti hukum parabolik, resultan tegangan yang terjadi pada antar muka
bertambah dan akhirnya lapisan oksida mengalami kegagalan-perpatahan sejajar
dengan antar muka atau mengalami perpatahan geser atau pematahan tarik melalui
lapisan. Di daerah ini laju oksidasi meningkat sehingga terjadi peningkatan
yang kemudian berkurang lagi akibat perpatahan lokal di kerak oksida. Laju
oksidasi yang bersifat parabolik berubah menjadi rata dan laju oksidasi
mengikuti hukum linear. Perubahan seperti ini disebut paralinear dan biasanya
dijumpai pada oksidasi titanium setelah oksida mencapai ketebalan kritis .
2.7 Oksidasi Internal
Pembentukan terisolasi partikel korosi produk di bawah permukaan logam.
Ini terjadi sebagai akibat dari oksidasi preferensial konstituen aloi tertentu
oleh batin difusi oksigen, nitrogen, belerang, dan sebagainya. Salah satu bahsan
tentang oksida internal yaitu pada
Oksida perovskit (ABO3) merupakan suatu bentuk campuran oksida logam,
dimana A adalah kation yang berukuran lebih besar daripada B. Ion A umumnya
adalah kation dari logam alkali, logam alkali tanah atau logam tanah jarang, B
adalah kation yang lebih kecil dan umumnya adalah kation dari logam transisi
(Waterrud, 2005). Total muatan ion dari kedua logam tersebut haruslah 6 agar
terjadi keseimbangan muatan dengan muatan negatif 6 yang dibawa oleh tiga ion
oksigen. Oksida logam dengan struktur perovskit ini, banyak digunakan sebagai
katalis untuk mengoksidasi hidrokarbon secara sempurna. Salah satu contohnya
adalah perovskit La1-xSrxMO3 (M=Mn, Ni) yang dapat digunakan sebagai katalis
pada reaksi oksidasi parsial metana menjadi syngas (Wei dkk., 2008).
Contoh lain adalah oksida perovskit LaCo1-xCuxO3-δ yang digunakan pada reaksi
oksidasi gas alam menjadi alkohol yang beratom karbon rendah (Tien-Thao dkk.,
2007). Oksida perovskit berbasis LaCoO3 terbukti mempunyai sifat reduksi dan
oksidasi yang baik serta, memiliki aktivitas dan selektivitas yang baik jika
diaplikasikan menjadi katalis, serta dapat menghantarkan ion oksigen dengan
fluks oksigen yang tinggi (Yang dkk., 2005; Wang dkk., 2003 dan Yaremchenko
dkk., 2003), sehingga bisa diaplikasikan dalam membran Penghantar Ion Oksigen.
Selain itu oksida perovskit dapat mempertahankan strukturnya karena setelah
mengalami reduksi dapat direoksidasi. Oksida-oksida
perovskit juga dapat menyerahkan ion-ion oksigen yang menyusun strukturnya
(oksigen kisi) tanpa mengalami perubahan struktur yang berarti. Penyerahan
ion-ion oksigen ini menyebabkan kekosongan oksigen sehingga terjadi
ketidakseimbangan muatan (muatan oksida perovskit menjadi 2
lebih positif). Namun, keberadaan
kation-kation B, yang memiliki kemampuan untuk berada pada keadaan oksidasi
yang berbeda, dapat menyeimbangkan muatan tersebut dengan cara menurunkan
bilangan oksidasinya walaupun pada akhirnya kekosongan ion oksigen tersebut
harus diisi kembali melalui reaksi oksidasi. Karena sifat tersebut maka oksida
perovskit dapat mempertahankan strukturnya sehingga pelepasan oksigen dari
kerangka struktur oksida perovskit bersifat reversible. Dengan sifat seperti
itu, oksida perovskit dapat berperan sebagai oksidator sekaligus juga sebagai
reduktor. Kemampuan oksida perovskit untuk melepaskan oksigen kisinya secara
reversible merupakan salah satu alasan bagi penggunaan oksida perovskit sebagai
membran penghantar ion oksigen. Penghantaran oksigen terjadi melalui reaksi oksidasi-
reduksi internal di dalam struktur oksida perovskit yang efeknya terlihat
sebagai difusi ion oksigen di dalam kisi. Karena sumber oksigen adalah dari
kisi, maka hantaran ion oksigen tersebut sangat selektif sehingga tidak ada
peluang bagi gas atau molekul lain yang dapat melalui membran oksida perovskit
ini. Oleh karena itu, membran oksida perovskit ini digunakan secara luas dalam
proses-proses produksi gas oksigen. Membran penghantar ion oksigen haruslah
berupa bahan yang rapat (dense) sehingga tidak ada peluang bagi
perpindahan massa melalui celah-celah pori dan retakan pada bahan membran.
Keretakkan sekecil apapun tidak diperkenankan terjadi pada membran penghantar
ion oksigen karena hal ini dapat menyebabkan perpindahan massa yang tidak
melalui reaksi oksdasi-reduksi internal. Perpindahan seperti ini menyebabkan
penurunan selektivitas perpindahan ion oksigen.
Oksida perovskit LaCoO3 yang digunakan
sebagai membran penghantar ion oksigen harus berupa bahan yang rapat, tidak
berpori dan tidak ada celah bagi terjadinya difusi gas melalui retakan- retakan
pada membrannya. Namun berbagai penelitian melaporkan bahwa membran penghantar
ion oksigen berbahan oksida perovskit mudah pecah atau retak jika terpapar oleh
perubahan suhu dan tekanan mendadak (Tong dkk., 2002; Wang dkk., 2003; Hamakawa
dkk., 2005).
2.8 Oksida Ekstrnal
yaitu
korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan,
baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya
kandungan zat asam pada udara dari tanah.
2.9 Oksida Pada Batuan
Oksida pada batuan di pengaruhi oleh kondi Kondisi
basah dan kering mendorong pelapukan batuan secara fisik, yang umumnya memicu
pelapukan secara kimia, karena ukuran butiran yang lebih halus berarti
meningkatkan total luas permukaan reaktif. Hal ini juga berlaku bagi batuan
yang mengandung mineral sulphide, yang umumnya terdapat pada batuan penutup di
tempat penimbunan, yang akan mempercepat laju oksidasi (Davis dan Ritchie,
1987; Devasahayam, 2006). Ditinjau dari faktor fisik, perubahan ukuran partikel
akan mengurangi permeabilitas lapisan yang disebabkan oleh terisinya ruang
antar-batu dengan partikel halus yang dihasilkan dari proses pelapukan.
Penurunan permeabilitas juga akan mengontrol laju infiltrasi air dan difusi/adveksi
oksigen ke dan di dalam tempat penimbunan batuan (INAP, 2003). Karena oksigen
dan air sangat penting dalam proses oksidasi batuan mengandung sulphide,
penurunan laju reaksi tersebut akan meminimalkan potensi pembentukan AAT.
Secara konseptual, pengaruh ukuran butiran terhadap potensi pembentukan AAT
adalah seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.
Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa karakteristik
geokimia, termasuk reaktifitas mineral sulphide, dan kecepatan pelapukan batuan
secara fisik mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan dalam proses pembentukan
AAT (Nugraha et al, 2008). Studi ini dilakukan dengan menggunakan kolom
berdiameter 50 mm dan tinggi 130 mm. Campuran seragam batuan mudstone
NAF (MSN) dan PAF (MSP) (Tabel 1) digunakan dengan komposisi 50:50, dengan
penyiraman 250 mL dan pemanasan 12 – 14 jam pada temperature 30-40 oC.
Hasil analisa air untuk parameter pH, EC, Eh dan acidity menunjukkan
adanya perbaikan kualitas air lindi. Lebih
lanjut, hydraulic conductivity yang diukur secara langsung dengan falling
head method menunjukkan adanya penurunan nilai. Pembentukan ukuran
partikel yang lebih halus, karena kejadian pelapukan fisik, mempengaruhi
peningkatan kadar air. Akibatnya, laju oksidasi mineral sulphide dapat
dikendalikan oleh kadar air yang dapat menentukan tingkat difusi oksigen.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang
diperoleh dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Korosi adalah kerusakan
atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif.
2.
Factor yang menyebabkan timbulnya
percepatan korosi antara lain : uap air, oksigen, larutan garam, permukaan
logam yang tidak rata.
3.
Proses perkaratan pada besi adalah reaksi
elektro kimia ( redoks ) yaitu :
Fe + ½ O2 + 2H+ → Fe2+ + H2O
Reaksi setengah redoksnya :
Katodik : ½ O2 + 2H+ + 2e- → H2O = + 1,23 volt
Anodik : Fe →Fe2+ + 2e- = + 0,44 volt
Fe + ½ O2 + 2H+ → Fe2+ + H2O
Fe + ½ O2 + 2H+ → Fe2+ + H2O
Reaksi setengah redoksnya :
Katodik : ½ O2 + 2H+ + 2e- → H2O = + 1,23 volt
Anodik : Fe →Fe2+ + 2e- = + 0,44 volt
Fe + ½ O2 + 2H+ → Fe2+ + H2O
4.
Bentuk-bentuk korosi yang umum ditemukan pada
korosi logam dilingkungan laut antara lain korosi merata, korosi setempat,
korosi setempat, korosi galvanic, korosi sumuran, korosi celah, korosi erosi,
impingement attack, perusakan cavitasi.
5.
Cara pencegahan korosi antara lain dengan cara pelapisan,cara
pelapisan katodik, perancangan, anoda karbon, pelumuran dengan oli atau gemuk,
pembalutan dengan plastik.
DAFTAR PUSTAKA
Lucky Club: How to register for a new account - Luckyclub
ReplyDeleteLucky Club - How to register for a new account. This is a common misconception luckyclub.live for a number of reasons including: You might not be able to use this site for